Para pembaca yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala. Kita semua pasti tahu bahwa shalat adalah perkara yang amat penting. Bahkan shalat termasuk salah satu rukun Islam yang utama yang bisa membuat bangunan Islam tegak. Namun, realita yang ada di tengah umat ini sungguh sangat berbeda. Kalau kita melirik sekeliling kita, ada saja orang yang dalam KTP-nya mengaku Islam, namun biasa meninggalkan rukun Islam yang satu ini. Mungkin di antara mereka, ada yang hanya melaksanakan shalat sekali sehari, itu pun kalau ingat. Mungkin ada pula yang hanya melaksanakan shalat sekali dalam seminggu yaitu shalat Jum’at. Yang lebih parah lagi, tidak sedikit yang hanya ingat dan melaksanakan shalat dalam setahun dua kali yaitu ketika Idul Fithri dan Idul Adha saja.
Memang sungguh prihatin dengan kondisi umat saat ini. Banyak yang mengaku Islam di KTP, namun kelakuannya semacam ini. Oleh karena itu, pada tulisan yang singkat ini kami akan mengangkat pembahasan mengenai hukum meninggalkan shalat. Semoga Allah memudahkannya dan memberi taufik kepada setiap orang yang membaca tulisan ini.
Para Ulama Sepakat Bahwa Meninggalkan Shalat Termasuk Dosa Besar yang Lebih Besar dari Dosa Besar Lainnya
Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”
Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (
Ash Sholah, hal. 7)
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam
Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (
Al Kaba’ir, hal. 25)
Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang
mujrim (yang berbuat dosa).” (
Al Kaba’ir, hal. 26-27)
Apakah Orang yang Meninggalkan Shalat Bisa Kafir alias Bukan Muslim?
Dalam point sebelumnya telah dijelaskan, para ulama bersepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar bahkan lebih besar dari dosa berzina dan mencuri. Mereka tidak berselisih pendapat dalam masalah ini. Namun, yang menjadi masalah selanjutnya, apakah orang yang meninggalkan shalat masih muslim ataukah telah kafir?
Asy Syaukani -rahimahullah- mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena
mengingkari kewajibannya. Namun apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini-, maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat (
Lihat Nailul Author, 1/369).
Mengenai meninggalkan shalat karena malas-malasan dan tetap meyakini shalat itu wajib, ada tiga pendapat di antara para ulama mengenai hal ini.
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh karena dianggap telah murtad (keluar dari Islam). Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair, ‘Amir Asy Sya’bi, Ibrohim An Nakho’i, Abu ‘Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhtiyani, ‘Abdullah bin Al Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah, ‘Abdul Malik bin Habib (ulama Malikiyyah), pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i (sebagaimana dikatakan oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar bin Al Khothob (sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan sahabat lainnya.
Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir. Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan salah salah satu pendapat Imam Ahmad.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai dia mau menunaikan shalat. Inilah pendapat Hanafiyyah. (
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187)
Jadi, intinya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini di antara para ulama termasuk pula ulama madzhab. Bagaimana hukum meninggalkan shalat menurut Al Qur’an dan As Sunnah? Silakan simak pembahasan selanjutnya.
Pembicaraan Orang yang Meninggalkan Shalat dalam Al Qur’an
Banyak ayat yang membicarakan hal ini dalam Al Qur’an, namun yang kami bawakan adalah dua ayat saja.
Allah Ta’ala berfirman,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)
Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘
ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (
Ash Sholah, hal. 31)
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (
ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
”
kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh”. Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mu’min, tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman.
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
“
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At Taubah [9] : 11). Dalam ayat ini, Allah
Ta’ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Berarti jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Konsekuensinya orang yang meninggalkan shalat bukanlah mukmin karena orang mukmin itu bersaudara sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al Hujurat [49] : 10)
Pembicaraan Orang yang Meninggalkan Shalat dalam Hadits
Terdapat beberapa hadits yang membicarakan masalah ini.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“
(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257).
Dari Tsauban
radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Pemisah
Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad
shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini
shohih. Lihat
Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
”
Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam
Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi). Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat.
Para Sahabat Berijma’ (Bersepakat), Meninggalkan Shalat adalah Kafir
Umar mengatakan,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
”Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.”
Dari jalan yang lain, Umar berkata,
ولاَحَظَّ فِي الاِسْلاَمِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“
Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam sunannya, juga Ibnu ’Asakir. Hadits ini
shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam
Irwa’ul Gholil no. 209). Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Oleh karena itu, hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab
Ash Sholah.
Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
“
Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah
shohih. (Lihat
Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)
Dari pembahasan terakhir ini terlihat bahwasanya Al Qur’an, hadits dan perkataan sahabat bahkan ini adalah
ijma’’ (kesepakatan) mereka menyatakan bahwa
orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir (keluar dari Islam). Itulah pendapat yang terkuat dari pendapat para ulama yang ada.
Ibnul Qayyim mengatakan,
”Tidakkah seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. Wallahul Muwaffiq (Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik).” (
Ash Sholah, hal. 56)
Berbagai Kasus Orang Yang Meninggalkan Shalat
[Kasus Pertama] Kasus ini adalah meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, ‘
Sholat oleh, ora sholat oleh.’ [Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa]. Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.
[
Kasus Kedua] Kasus kali ini adalah meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in.
[
Kasus Ketiga] Kasus ini yang sering dilakukan kaum muslimin yaitu tidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara
zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar.
Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “
Jika seorang hamba melakukan sebagian perintah dan meninggalkan sebagian, maka baginya keimanan sesuai dengan perintah yang dilakukannya. Iman itu bertambah dan berkurang. Dan bisa jadi pada seorang hamba ada iman dan nifak sekaligus. … Sesungguhnya sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di banyak negeri, tidaklah selalu menjaga shalat lima waktu. Dan mereka tidak meninggalkan secara total. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya. Orang-orang semacam ini ada pada diri mereka iman dan nifak sekaligus. Berlaku bagi mereka hukum Islam secara zhohir seperti pada masalah warisan dan semacamnya. Hukum ini (warisan) bisa berlaku bagi orang munafik tulen. Maka lebih pantas lagi berlaku bagi orang yang kadang shalat dan kadang tidak.” (
Majmu’ Al Fatawa, 7/617)
[
Kasus Keempat] Kasus ini adalah bagi orang yang meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
[
Kasus Kelima] Kasus ini adalah untuk orang yang mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman,
وَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)
“
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107] : 4-5) (
Lihat Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, 189-190)
Penutup
Sudah sepatutnya kita menjaga shalat lima waktu. Barangsiapa yang selalu menjaganya, berarti telah menjaga agamanya. Barangsiapa yang sering menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi.
Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.“
Imam Ahmad –rahimahullah- juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.“ (
Lihat Ash Sholah, hal. 12)
Oleh karena itu, seseorang bukanlah hanya meyakini (membenarkan) bahwa shalat lima waktu itu wajib. Namun haruslah disertai dengan melaksanakannya (inqiyad). Karena iman bukanlah hanya dengan tashdiq (membenarkan), namun harus pula disertai dengan inqiyad (melaksanakannya dengan anggota badan).
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut orang yang beriman (
mu’min-mushoddiq).“
Al Hasan mengatakan, “Iman bukanlah hanya dengan angan-angan (tanpa ada amalan). Namun iman adalah sesuatu yang menancap dalam hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan.“ (
Lihat Ash Sholah, 35-36)
Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga kita dapat mengingatkan kerabat, saudara dan sahabat kita mengenai bahaya meninggalkan shalat lima waktu.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
- - - - - - - - -
Leaving Sin Prayer Greater than Sin Adultery
The reader who may always be blessed by Allah Ta'ala. We all know that prayer is a very important matter. Even prayer is one of the main pillars of Islam that could make Islam the building upright. However, the existing reality in the midst of the people is indeed very different. If we look around us, there are people who in his ID card claims of Islam, but usually leave the pillars of Islam on this one. Maybe in between them, there are only carried out once daily prayers, if at all remembered. Maybe some are just conducting prayers once a week is the Friday prayers. What's worse, not a few who only remember and perform prayers in a year two times, namely when the `Eid Al-Adha and Eid only.
It is truly concerned with the current condition of the Ummah. Many who claim Islam in KTP, but this kind of behavior. Therefore, in this short article we will raise discussion about the law left the prayer. May Allah make it easy and give taufik to everyone who reads this paper.
The Scholars Agree That Leaving Prayers Including Greater Great Sin of Sin Other Great
Ibn Qayyim Al-rahimahullah Jauziyah-said, "The Muslims agreed that leaving the five prayers on purpose is the greatest sin and the sin is greater than sin to kill, seize property of others, adultery, stealing, and drinking liquor. People who leave will receive punishment and wrath of God and get the opprobrium of the world and the hereafter. "(Ash Sholah, p. 7.)
Quoted by adh-Dhahabi in al Kaba'ir, Ibn Hazm-rahimahullah-said, "There is no sin after the greatest evil of sin than to leave the prayer until the exit time and killing a believer without a reason that can be justified." (Al Kaba'ir, things. 25)
Adh-Dhahabi-rahimahullah also said, "People who end a prayer to get out his time including commit major sins. And who left the prayer completely is a prayer-it-is considered as one who committed adultery and stealing. Since leaving the prayer or escape from it including a big sin. Therefore, the person who left it up to many times including the perpetrators of major sins until he repent. Those who leave the prayer including the losers, wretched and including people mujrim (who sin). "(Al Kaba'ir, p.. 26-27)
Are People Abandoning Prayer Can Infidel aka Not Muslim?
In the previous point has been explained, the scholars agreed that leaving the prayer, including a major sin even greater than the sin of adultery and stealing. They do not disagree on this issue. However, the problem further, whether the person who left the prayer is still Muslim or an infidel?
Ash-rahimahullah Syaukani-said that there was no difference of opinion among the Muslims about kafirnya people who leave the prayer as to deny its obligation. However, if left because I was lazy and prayers continue to believe that mandatory prayers five times-as the condition of most of the Muslims today-, then in this case there is a difference of opinion (See Nailul Author, 1 / 369).
Regarding leave the prayer as lazy and still believe prayer is an obligation, there are three opinions among the scholars regarding this.
The first opinion says that the person who left the prayer should be killed because they have apostasy (leaving Islam). This opinion is the opinion of Imam Ahmad, Sa'id bin Jubair, 'Amir Asy Sya'bi, Ibrahim An Nakho'i, Abu' Amr, Al Auza'i, Ayyub As Sakhtiyani, 'Abdullah bin Al Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah,' Abdul Malik ibn Habib (Malikiyyah scholars), the opinion of some scholars Syafi'iyah, the opinion of Imam Shafi (as stated by Ath Thohawiy), Umar ibn al Khothob opinion (as stated by Ibn Hazm), Mu'adh ibn Jabal, 'Abdurrahman ibn 'Awf, Abu Hurayra, and other companions.
The second opinion said that the person who neglects prayer Had been killed by penalties, but not convicted infidel. This is the opinion of Malik, Shafi'i, and any one of Imam Ahmad's opinion.
The third opinion says that people who leave the prayer because it is lazy fasiq (major sin) and he should be imprisoned until he is willing to perform the prayers. This is the opinion Hanafiyyah. (Al Mawsu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187)
So, essentially there are differences of opinion on this issue among the scholars including scholars schools. How does the law leave the prayer according to the Qur'an and Sunnah? Please refer to further discussion.
People talk Leaving Prayer in the Qur'an
Many verses that talk about this in the Qur'an, but that we bring is two verses only.
Allah Ta'ala says:
فخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلاة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا إلا من تاب وآمن وعمل صالحا
"They came after them, substitute (the ugly) who wasted prayers and indulge own desires, they soon will meet al ghoyya, except those who repent, believe and do good works." (Surah Maryam: 59-60)
Ibn Mas'ud radi 'anhuma say that' ghoyya 'in the verse is a river in Jahannam the food was disgusting, the place is very deep. (Ash Sholah, p.. 31)
In this verse, Allah makes this place-the river in Jahannam-as a place for people who menyiakan pray and follow the lust (lust). If the person who left the prayer is the ordinary people who simply engage in immoral acts, he would be in hell at the top, as a Muslim man who sinned. This place (ghoyya) which is the lowest part of hell, where people are not Muslims, but the infidels.
In the next verse, God has said,
إلا من تاب وآمن وعمل صالحا
"Except those who repent, believe and do good works." So if people who menyiakan prayers are believers, of course he was not asked for repentance for believers.
In another verse, Allah Almighty says,
فإن تابوا وأقاموا الصلاة وآتوا الزكاة فإخوانكم في الدين
"If they repent, establish prayers and regular charity, then (they) are your brothers co-religionists." (Surat At-Tauba [9]: 11). In this verse, Allah Almighty fraternity linking faith with the prayer. Means that if prayer was not done, not a brother. Consequently people who leave the prayer is not a believer because the believers are brothers as Allah Ta'ala says:
إنما المؤمنون إخوة
"These people believe that real brothers." (Qur'an Hujurat [49]: 10)
Talk of Leaving People in the Hadith Prayers
There are some hadiths that discuss this issue.
From Jabir ibn 'Abdillah, Prophet sallallaahu' alaihi wa sallam said,
بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
"(Barrier) between a Muslim and kesyirikan and disbelief is the leaving of prayer." (Narrated by Muslim, no. 257).
From Tsauban radi 'anhu-the former slave of the Prophet sallallaahu' alaihi wa-sallam, he heard the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam said,
بين العبد وبين الكفر والإيمان الصلاة فإذا تركها فقد أشرك
"Separation Between a servant with disbelief and faith is prayer. If he leaves, then he did kesyirikan. "(Narrated Ath Thobariy with isnaad shohih. Sheikh Al Albani said that this hadith shohih. See Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).
Narrated Mu'adh ibn Jabal, the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam said,
رأس الأمر الإسلام وعموده الصلاة
"The core (basic) the whole affair is Islam and its pillar (penopangnya) is prayer." (Narrated by Tirmidhi no. 2825. It said shohih by Sheikh Al Albani in Shohih Dho'if wa Sunan At Tirmidhi). In this hadith, it is said that the prayers in this Islamic religion is like a crutch (pole) which maintain the camp. Tent can be collapsed (collapsed) with a broken pole. Likewise with Islam, could collapse with the loss of prayer.
The Companions Berijma '(agree), Abandoning Prayer is a Kafir
Umar said,
لا إسلام لمن ترك الصلاة
"It is not known to the person who left the Muslim prayer."
From the street the other, Omar said,
ولاحظ في الاسلام لمن ترك الصلاة
"There's no part in Islam for people who leave the prayer." (Released by Malik. So is narrated by Sa'd in Ath Thobaqot, Ibn Abi Syaibah in Al Iman. Narrated by Ad Daruquthniy also in prompting its preparation, as well as Ibn 'Asaker. Hadeeth This shohih, as stated by Shaykh al-Albani in Irwa'ul Gholil no. 209). When Umar said the words on top when sakratul before death, no friend of any one person who would deny it. Therefore, laws that leave the prayer is a kafir, including consensus' (agreement) friend as said by Ibn al-Ash Sholah Qoyyim in the book.
The majority of the Companions of the Prophet assume that people who leave the prayer intentionally is a heathen, as said by a tabi'in, Abdullah bin Syaqiq. He said,
كان أصحاب محمد - صلى الله عليه وسلم - لا يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة
"Once the companions of Muhammad sallallaahu 'alaihi wa sallam was never considered a charity which if abandoned cause the infidel except prayer." These words by At-Tirmidhi narrated from Abdullah bin Syaqiq Al' Aqliy a tabi'in and the judge said that the hadith is continued by calling Abu Hurairah in it. And sanad (narrators) of this hadith is shohih. (See Ats Tsamar Mustathob fi Al Sunna wal Fiqhis Book, p.. 52)
From the last discussion is seen that the Qur'an, Hadith and sayings best friend''and even this is a scholarly consensus (agreement), they declare that the person who left the prayer intentionally is a kafir (leaving Islam). That is the strongest opinion from the opinion of the scholars there.
Ibn al-Qayyim said, "Did not someone is embarrassed by denying the opinion that the person who left the prayer is a kafir, but this has been dipersaksikan by the Book (The Qur'an), Sunnah and the consensus best friend. Wallahul Muwaffiq (Only Allah can give taufik). "(Ash Sholah, p.. 56)
Various Cases person who Prayers
[Case First] This case is to leave the prayer by denying its obligation as some people might be saying, 'Prayer by, ora prayer by.' [If you want prayer is fine, do not pray as well that's okay]. If this is done in order to deny the legal necessity of prayer, such a person is convicted infidel without any dispute among the scholars.
[Case Both] The case this time is to leave the prayer with regard easy and never carry it out. Even when invited to do so, even reluctantly. So this kind of person applies the hadiths of the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam which shows kafirnya person who left the prayer. This is the opinion of Imam Ahmad, Ishaq, the majority of scholars of the Companions and Salaf tabi'in.
[Case Third] This case is often made of the Muslims is not routine in carrying out the prayer that is sometimes pray and sometimes not. So he was convicted in zhohir Muslims (who appears on her) and do not disbelieve. This is the opinion of Ishaq ibn Rohuwyah which should be gentle toward people like this until he returns to the right path. Wal 'ibroh bilkhotimah [The punishment for her views on the circumstances of his life].
Shaykh al-Islam Ibn Taymiyyah said, "If a servant to do some command and left part, then her faith in accordance with the command does. That faith increases and decreases. And could be on a servant there is faith and nifak once. ... In fact most people even the majority in many countries, it is not always maintain the five daily prayers. And they did not leave in total. They sometimes pray and sometimes left. Such people have faith in themselves and nifak once. Islamic law applies to them in zhohir like to inheritance issues and such. This law (inheritance) can apply for a real hypocrite. So the more appropriate longer applies to people who sometimes prays, sometimes not. "(Majmu 'Al-Fataawa, 7 / 617)
[Case of Four] This case is the one who does not know that prayer and not pray to make the infidel. So the law for this kind of person is as ignorant (stupid). This person is not dikafirkan caused by ignorance on him which was considered as a barrier to get a penalty factor.
[Case of Five] This case is for people who pray daily until the exit time. He was always regular in practice, but often work outside of time. So such people are not infidels, but he was innocent and this is very disgraceful act, as Allah says,
ويل للمصلين (4) الذين هم عن صلاتهم ساهون (5)
"So woe to those who pray, (They are) those who are neglectful of prayer." (Qur'an Maa'un [107]: 4-5) (See Al Manhajus Salafi 'inda Nashiruddin Sheikh Al Albani, 189 -190)
Cover
It is fitting for us to keep praying five times. Any person who always guard it, meaning has to keep his religion. Whoever that is often wasted it, then to other practice would be wasted again.
Commander of the Faithful, 'Umar bin Al-radi Khoththob' anhu-said, "Surely among the most important things for you is pray. Whoever keep praying, it means he has to keep religion. Whoever wasted it, then to other practice would be wasted again. No part of Islam, the one who prays. "
Imam Ahmad, may Allaah have mercy-also said similar words, "Every person who underestimate the case of prayer, meaning religion has been underestimated. Someone has a part in Islam is proportional to the custody of the five daily prayers. Someone who says Islam is the spirit of the people who really pay attention to the five daily prayers. Know thyself, O man of God. Beware! Thou shalt not see God, whereas you have no part in Islam. Levels of Islam in your heart, according to the level of prayer in your heart. "(See Ash Sholah, p.. 12)
Therefore, a person not only believes (confirmed) that the compulsory five daily prayers. But must be accompanied by execute (inqiyad). Because faith is not only with tashdiq (confirmed), but must also be accompanied by inqiyad (do it with the limbs).
Ibn Qoyyim says, "Faith is to justify (tashdiq). But not only justify (to believe) only, without execute (inqiyad). If faith is justified (tashdiq) alone, of course the devil, Pharaoh and his people, the pious, and Jews who confirmed that Muhammad is the messenger of God (they believe this as they know their children), they all will be called a believer (Mu'min-mushoddiq). "
Al-Hasan said, "Faith is not just wishful thinking (without practice). But faith is something that is embedded in the hearts and justified by charitable deeds. "(See Ash Sholah, 35-36)
Hopefully this brief article is useful for the Muslims. Hopefully we can remind your family, relatives and our friends about the dangers of leaving the five prayers. Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat, sallallaahu wa 'ala Muhammad nabiyyina wa' ala alihi shohbihi wa wa sallam