Dengan harapan bisa memberikan manfaat lebih besar, banyak orang memilih suntik vitamin C. Bukan hanya tidak praktis karena harus datang ke dokter, suntik vitamin C juga berisiko tinggi karena bisa memicu nekrosis atau kematian jaringan.
Risiko tersebut bisa terjadi apabila ada kesalahan dalam teknik penyuntikan, sehingga tidak langsung masuk ke pembuluh darah. Vitamin C yang nyasar ke jaringan otot atau lemak di sekitar lokasi penyuntikan bisa menyebabkan nekrosis atau kematian jaringan.
"Suntikan itu sifatnya invasif, risikonya tinggi. Kalau masih bisa diberikan dengan cara lain, sebaiknya jangan pakai suntik vitamin C," ungkap pakar gizi dari Universitas Indonesia, Dr Fiastuti Witjaksono, MS, SpGK dalam media workshop di Restoran Merah Delima, Kebayoran Baru, Selasa (3/5/2011).
Menurut Dr Fiastuti, suntik vitamin C baru dibutuhkan jika seseorang memiliki masalah dengan saluran pencernaan sehingga tidak bisa menoleransi vitamin C yang sifatnya asam. Lewat suntikan, vitamin C langsung masuk pembuluh darah sehingga tidak memicu gangguan pencernaan.
Namun jika tidak memiliki gangguan semacam itu, maka sumber vitamin C lainnya lebih dianjurkan. Bahkan jika memungkinkan, Dr Fiastuti menganjurkan agar vitamin C didapatkan langsung dari buah-buahan seperti pepaya, mangga, jeruk, nenas dan kiwi.
Buah yang memiliki kandungan vitamin C dalam kadar tinggi adalah buah-buahan yang matangnya alami. Meski demikian, buah yang diperam juga tetap memiliki kandungan vitamin C dan yang jelas tetap memiliki kandungan lain yang bermanfaat terutama serat.
Dr Fiastuti tidak menganjurkan buah-buahan yang matang karena 'dikarbit' atau menggunakan bahan kimia tertentu. Menurutnya, bahan-bahan kimia itu bisa meresap ke dalam buah, lalu ikut termakan dan menimbulkan keracunan baik dalam jangka pendek maupun akumulatif dalam jangka panjang.
Risiko tersebut bisa terjadi apabila ada kesalahan dalam teknik penyuntikan, sehingga tidak langsung masuk ke pembuluh darah. Vitamin C yang nyasar ke jaringan otot atau lemak di sekitar lokasi penyuntikan bisa menyebabkan nekrosis atau kematian jaringan.
"Suntikan itu sifatnya invasif, risikonya tinggi. Kalau masih bisa diberikan dengan cara lain, sebaiknya jangan pakai suntik vitamin C," ungkap pakar gizi dari Universitas Indonesia, Dr Fiastuti Witjaksono, MS, SpGK dalam media workshop di Restoran Merah Delima, Kebayoran Baru, Selasa (3/5/2011).
Menurut Dr Fiastuti, suntik vitamin C baru dibutuhkan jika seseorang memiliki masalah dengan saluran pencernaan sehingga tidak bisa menoleransi vitamin C yang sifatnya asam. Lewat suntikan, vitamin C langsung masuk pembuluh darah sehingga tidak memicu gangguan pencernaan.
Namun jika tidak memiliki gangguan semacam itu, maka sumber vitamin C lainnya lebih dianjurkan. Bahkan jika memungkinkan, Dr Fiastuti menganjurkan agar vitamin C didapatkan langsung dari buah-buahan seperti pepaya, mangga, jeruk, nenas dan kiwi.
Buah yang memiliki kandungan vitamin C dalam kadar tinggi adalah buah-buahan yang matangnya alami. Meski demikian, buah yang diperam juga tetap memiliki kandungan vitamin C dan yang jelas tetap memiliki kandungan lain yang bermanfaat terutama serat.
Dr Fiastuti tidak menganjurkan buah-buahan yang matang karena 'dikarbit' atau menggunakan bahan kimia tertentu. Menurutnya, bahan-bahan kimia itu bisa meresap ke dalam buah, lalu ikut termakan dan menimbulkan keracunan baik dalam jangka pendek maupun akumulatif dalam jangka panjang.
detik