Clock By Blog Tips

Thursday, April 21, 2011

Waspadalah.....Ini Dia Penyebab Kepala Kliyengan


Kepala pusing atau terasa seperti kliyengan sering dialami banyak orang yang kadang dapat mengganggu aktivitasnya. Sebenarnya apa penyebab kepala merasa kliyengan?

Kliyengan atau pusing sering digunakan untuk menjelaskan suatu perasaan seperti ingin pingsan atau merasa lemah dan goyah. Arti dari kliyengan sendiri adalah pusing, pening, sakit kepala.

Berbeda dengan pusing yang membuat seseorang berpikir bahwa lingkungannya berputar atau bergerak maka itu disebut dengan vertigo.

Keluhan ini menjadi alasan yang paling umum bagi seseorang untuk mengunjungi dokter karena bisa jadi merupakan gejala dari kondisi serius. Pengobatan yang diberikan tergantung pada penyebabnya.

Beberapa hal bisa menyebabkan seseorang merasa klinyengan seperti dikutip dari Mayo Clinic, Rabu (20/4/2011) yaitu:

Merasa kliyengan seperti ingin pingsan (Presyncope)
Presyncope adalah istilah medis untuk kondisi merasa pingsan dan pusing tapi tanpa kehilangan kesadaran. Kadang kondisi ini diikuti dengan mual, kulit pucat dan gejala lain yang berkaitan dengan pingsan.

Penyebabnya meliputi:
  1. Tekanan darah yang rendah (hipotensi ortostatik), kondisi ini terjadi karena adanya penurunan drastis tekanan darah sistolik (angka atas dalam membaca tekanan darah). Hal ini dapat terjadi jika seseorang duduk atau berdiri terlalu cepat dan juga pada orang yang diketahui memiliki penyakit tekanan darah rendah.
  2. Kurangnya asupan darah yang keluar dari jantung, kondisi ini seperti salah satu penyakit otot jantung (cardiomyopathy), irama jantung abnormal (aritmia) atau penurunan volume darah yang membuat alirannya dari jantung tidak memadai.

Kehilangan keseimbangan (disequilibrum)
Kondisi ini adalah hilangnya keseimbangan atau perasaan goyang saat berjalan.
Kemungkinan penyebabnya termasuk:
  1. Masalah pada bagian dalam telinga atau inner ear (vestibular), kelainan pada bagian dalam telinga bisa membuat seseorang merasa goyang saat berjalan terutama dalam gelap.
  2. Gangguan sensori, kegagalan dalam penglihatan dan kerusakan saraf di kaki bisa mengakibatkan seseorang sulit menjaga keseimbangan yang membuatnya merasa kliyengan.
  3. Kondisi neurologis, berbagai gangguan saraf bisa menyebabkan hilangnya keseimbangan

Penyebab kliyengan lainnya
Beberapa penyebab lainnya juga bisa membuat seseorang merasa kliyengan atau kepala pusing sambil berasa goyang.

Beberapa penyebab lain adalah:
  1. Obat-obatan, beberapa pengobatan diketahui bisa menimbulkan perasaan pening atau kliyengan dan akan hilang jika berhenti mengonsumsinya. Obat penurun tekanan darah juga bisa menyebabkan kliyengan jika tekanan darah yang diturunkan terlalu banyak.
  2. Gangguan kecemasan seperti serangan panik, merasa sangat grogi atau mengalami fobia tertentu bisa menyebabkan orang merasa pusing atau kliyengan.

Jika kliyengan muncul secara tiba-tiba, cobalah untuk duduk atau mencari pegangan agar tidak terjatuh serta tetap tenang. Dan jika terjadi terus menerus segeralah periksakan ke dokter untuk mengetahui penyebab
pastinya.




detik

Tuesday, April 19, 2011

Waspadalah.....Bahaya Anemia pada Anak


Kekurangan zat besi bisa berakibat fatal. Bagi ibu hamil, kondisi ini tak hanya memicu anemia yang mengganggu aktivitas, tapi juga akan menurunkan kekurangan zat besi pada janin yang berdampak buruk pada tumbuh kembangnya.

Anemia adalah turunnya kadar hemoglobin, yaitu zat dalam sel darah merah yang mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh.

Setiap kelompok usia memiliki nilai normal hemoglobin dalam tubuh. Menurut WHO, anak usia kurang dari enam tahun memiliki batas normal 11g/dL, anak usia lebih dari enam tahun 12g/dL, wanita 12g/dL, wanita hamil 11g/dL, dan pria 13g/dL.

"Dikatakan anemia jika kadar besi dalam darah berkurang. Sedangkan jika kadar besi hanya berkurang di bagian otak, otot, dan cairan tubuh lain maka dikata kekurangan besi atau Anemia Defisiensi Besi (ADB)," ujar Soedjatmiko, Sp.A(K), Msi, dokter spesialis anak dan konsultan tumbuh kembang-pediatri sosial, dalam sebuah seminar di Gedung Prodia, Jakarta.

Menurutnya, pengukuran zat besi saat ini tidak dapat hanya pemeriksaan dalam darah. Pengukuran besi dalam anggota tubuh yang lain dapat memberikan solusi pencegahan anemia.

Berdasarkan data WHO, Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dilakukan di Indonesia pada 2001. Hasilnya, 47 persen balita dan 40,1 persen wanita mengidap kekurangan zat besi. Tingginya angka ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menderita gizi buruk dan gizi kurang.

Bagi orang dewasa, kekurangan besi dapat menyebabkan lemah, letih, dan lesu. Kekurangan besi yang menahun dapat mengakibatkan perubahan perilaku seperti mudah marah, bahkan gangguan perilaku. Sedangkan kekurangan besi berakibat fatal bagi anak karena dapat mengganggu tumbuh kembang otak.

Prof dr Djajadiman Gatot dari Divisi Hematologi Onkologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, mengatakan, kekurangan besi pada anak dapat disebabkan oleh kurangnya produksi hemoglobin, kegagalan sumsum tulang, gangguan pematangan sel darah merah, dan gangguan pada usus seperti cacingan.

Dampak kekurangan besi pada anak membuat melambatnya pertumbuhan percabangan sel otak (dendrit), sehingga hubungan antar sel otak kurang kompleks dan proses informasi melambat, juga terganggunya proses myelinisasi (selubung sel saraf) sehingga memicu gangguan penglihatan, pendengaran, dan perilaku.

Terjadi pula gangguan metabolisme di pusat kendali emosi dan pusat kendali kognitif. Menurunkan aktivitas enzim triptofan dan tirosin hidroksilase yang mengakibatkan gangguan produksi serotonin dan dopamin. Ini membuat anak tidak mampu mengendalikan diri dan perasaan, tidak mampu memusatkan perhatian, mengikuti pembelajaran dengan baik, dan gangguan perilaku.

Untuk dapat mengatasinya, wanita hamil dan menyusui dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen penambah besi. Anak berusia 6-24 bulan pun dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen besi karena usia dua tahun pertama bagi anak adalah masa penting bagi pertumbuhan otaknya.

Anak yang memperoleh nutrisi lengkap, kasih sayang, dan stimulus yang baik dari orang tua maka proses informasi dapat cepat dilakukan, memiliki perilaku positif, tidak rewel, interaksi sosial yang baik, mudah ditenangkan, dan cepat tumbuh. 





• VIVAnews 

Belajar Al-Qur'an Online

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran