Gangguan tidur ternyata bisa menyerang anak-anak. Gangguan yang dialami bukan hanya tidak bisa tidur, melainkan adanya masalah seperti sering
mengalami mimpi buruk.
Sebaiknya kenali masalahnya, karena jika dibiarkan bisa mengganggu perkembangan anak. "Anak saya selalu rewel setiap malam, tidak bisa tidur, tapi enggak tahu penyebabnya," cerita Ira Handayani yang memiliki anak berusia enam bulan dengan gangguan tidur.
Masalah yang dialami Ira ternyata dialami beberapa ibu lainnya. Setiap orang mengalami waktu tidur yang berbeda-beda, dan berapa lama waktu tidur
bergantung pada usia seseorang. Bayi misalnya. Seorang bayi yang baru lahir hingga usia tiga bulan akan memerlukan waktu tidur hampir seharian lamanya, sekitar 20 jam per hari.
Sementara itu, anak-anak akan memerlukan waktu tidur selama 8–14 jam, bergantung pada usia anak tersebut. Sama halnya dengan waktu tidur, gangguan tidur yang dialami orang pun berbeda-beda.
Saat anak tertidur dan terbangun pada malam hari, memang sudah menjadi hal yang biasa. Namun, yang harus diperhatikan adalah seperti apa gangguan tersebut menyerang.
Dokter ahli RPSGT (Registered Polysomnographic Technologist) dari Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Dr Andreas A Prasaja atau yang akrab disapa Dr Ade, mengatakan bahwa gangguan tidur harus dipahami.
Artinya, gangguan tersebut bukan hanya tidak bisa tidur saja. "Banyak gangguan tidur lain yang justru menyebabkan anak mengantuk," ungkap dokter lulusan Universitas Atma Jaya pada 2002 ini.
Dr Ade menuturkan, gangguan tidur pada anak lainnya yakni Sindrom kematian mendadak pada bayi, yaitu sudden infant death syndrome (SIDS), ada pula sleep apnea, henti napas saat tidur, anak menolak untuk tidur, atau sleep walking (berjalan sambil tidur), night terrors sampai mengompol.
"Semua gangguan tidur disebabkan faktor yang berbeda-beda," ujar dokter yang mengambil pendidikan Sleep Medicine & Technology Sydney University di Australia ini. Dr Ade menjelaskan, SIDS tidak diketahui pasti penyebabnya, tetapi bisa dikenali tandanya, yakni turunnya tekanan darah hingga
melambatnya denyut jantung bahkan bisa sampai berhenti.
Faktor-faktor risiko timbulnya gangguan jenis ini di antaranya adalah ibu yang merokok, bayi prematur, riwayat kelainan jantung pada keluarga, dan tidur telungkup dengan mulut-hidung tertutup.
"Gangguan tidur jenis ini bisa dicegah dengan menghindari rokok selama kehamilan dan setelah melahirkan lalu membiasakan bayi untuk tidur telentang. Sebaiknya jangan biarkan selimut, boneka, atau bantal menghalangi hidung dan mulut bayi saat tidur," tandas dokter pertama di Indonesia yang mengambil bidang ini.
Dikatakan Dr ade, anak usia sekolah sering kali menolak untuk tidur karena ingin menonton film di televisi, permainan, atau bahkan pekerjaan rumah (PR) yang belum selesai.
Sementara itu, anak balita lebih sering menolak tidur karena masih ingin bermain.
"Jadi, dengan kebiasaan tidur yang baik, anak-anak akan terbiasa untuk mengenali waktu untuk tidur," sarannya. Ada pula gangguan tidur sleep walking, yaitu ngelindur atau mengigau bahkan berjalan dalam tidur. Dr Ade mengatakan bahwa sleep walking terjadi saat anak akan tidur.
"Walaupun penyebab pasti belum diketahui, kita tahu bahwa sleep walking bisa dipicu oleh excitement sebelum tidur dan kondisi kurang tidur," tutur dokter yang menerbitkan buku berjudul "Ayo Bangun! Dengan Bugar karena Tidur yang Benar".
Sleep walking biasanya terjadi dalam dua jam awal tidur, saat utang tidur masih menumpuk tinggi. Ini sebabnya penanganan utama sleep walking adalah dengan mencukupi kebutuhan tidur anak.
Selain itu, ada pula gangguan tidur night terrors dan pavor nocturnus, merupakan gangguan tidur yang menakutkan dam sering menyerang anak usia prasekolah. Saat tidur, anak dapat tiba-tiba menangis dengan histeris. Terkadang dia sampai terduduk dan memfokuskan pandangan pada satu sudut.
Salah satu ciri khas gangguan tersebut adalah si anak tidak merespons belaian orangtua untuk
menenangkan, malah menangisnya bertambah keras. Setelah beberapa waktu, dia akan terdiam dan kembali tidur, atau terbangun dengan pandangan bingung karena tidak tahu apa yang terjadi.
"Kondisi ini akan berkurang dan akhirnya akan hilang sendiri. Yang terpenting bagi orangtua, adalah untuk menjaga anak jangan sampai menyakiti dirinya sendiri, dan menenangkannya jika ia terbangun. Pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang baru terjadi, hanya akan membingungkannya," jelasnya.
Selanjutnya, gangguan tidur epilepsi, merupakan serangan epilepsi yang memang terjadi pada saat tidur. Anak akan mengalami serangan kejang saat tidur. Pengobatan yang dilakukan sama layaknya penanganan epilepsi. Sementara itu, sleepapnea terjadi karena
penyempitan saluran napas di bagian atas. Terhadap anak, biasanya hal ini disebabkan pembengkakan amandel yang dialami anak.
Sumber : Suara Media