Jakarta - Paparan cahaya redup di malam hari, seperti cahaya dari layar televisi, dapat mendorong perubahan dalam otak yang menyebabkan gangguan mood, termasuk depresi.
Dalam penelitian terbaru itu, menjelaskan mengapa pekerja shift malam dan orang lain yang selalu terkena cahaya di malam hari akan meningkatkan risiko gangguan mood. Temuan ini disajikan pada pertemuan tahunan Society for Neuroscience, di San Diego, Rabu (17/11).
Selama seabad terakhir, lampu malam hari buatan telah muncul di negara industri. Namun tidak jelas apakah paparan cahaya lampu itu mempengaruhi otak.
Untuk mengetahuinya, Tracy Bedrosian, seorang mahasiswa doktor dalam ilmu saraf di Ohio State University, menempatkan tupai dalam dua lingkungan.
Dalam penelitian terbaru itu, menjelaskan mengapa pekerja shift malam dan orang lain yang selalu terkena cahaya di malam hari akan meningkatkan risiko gangguan mood. Temuan ini disajikan pada pertemuan tahunan Society for Neuroscience, di San Diego, Rabu (17/11).
Selama seabad terakhir, lampu malam hari buatan telah muncul di negara industri. Namun tidak jelas apakah paparan cahaya lampu itu mempengaruhi otak.
Untuk mengetahuinya, Tracy Bedrosian, seorang mahasiswa doktor dalam ilmu saraf di Ohio State University, menempatkan tupai dalam dua lingkungan.
Dalam sebuah lingkungan, tupai terkena cahaya siang selama 16 jam dan delapan jam gelap gulita setiap hari. Di kelompok lain, tupai mengalami 16 jam siang hari, tetapi pada malam hari berada dengan cahaya redup itu dengan intensitas pencahayaan layar televisi di sebuah ruangan gelap.
Setelah delapan minggu, para peneliti menguji perilaku tupai apakah akan mengalami depresi. Misalnya, mereka melihat apakah tupai itu masih terlibat dalam kegiatan seperti biasanya, yakni menikmati minum air gula.
Pada manusia, kehilangan kenikmatan itu dikenal sebagai anhedonia dan merupakan gejala utama depresi.
Tupai pada kedua kelompok diberi pilihan antara minum air keran atau air gula. Tupai yang terkena cahaya pada malam hari meminum air keran dan gula dalam jumlah yang sama. Mereka kehilangan preferensi untuk meminum yang manis.
"Itu menunjukkan kepada kita bahwa mereka tidak mendapatkan perasaan menyenangkan dan manfaat yang sama dari minuman air gula mereka. Hal itu dapat ditafsirkan sebagai respon seperti depresi," kata Bedrosian.
Perubahan perilaku ini berhubungan dengan perubahan di wilayah otak yang disebut hippocampus. Tupai yang terkena cahaya malam itu berkurangnya jumlah duri dendritik pada permukaan sel-sel di daerah ini. Duri dendritic adalah tonjolan rambut seperti sel-sel otak yang digunakan untuk berkomunikasi antara satu sama lain.
"Penemuan setuju dengan studi pada manusia yang telah menemukan hippocampus terlibat dalam depresi. Seorang pasien dengan depresi berat memiliki hippocampus lebih kecil," kata Bedrosian.
Bedrosian menjelasakan, perubahan otak pada tupai mungkin timbul dari fluktuasi dalam produksi hormon melatonin. Melatonin memberi sinyal ke tubuh bahwa sedang malam hari, tapi cahaya di malam hari menghambat produksi hormonnya.
"Hormon ini telah terbukti memiliki beberapa efek antidepresan, dan penurunan melatonin dapat memacu gejala depresi," ujar Bedrosian.
Jika mekanisme yang sama sedang bekerja pada orang, maka "orang mungkin ingin mencoba untuk mencegah jangan sampai tertidur dengan televisi mereka di sepanjang malam, atau mereka mungkin ingin mencoba untuk meminimalkan paparan sinar pada malam hari," kata Bedrosian. [mor]
Setelah delapan minggu, para peneliti menguji perilaku tupai apakah akan mengalami depresi. Misalnya, mereka melihat apakah tupai itu masih terlibat dalam kegiatan seperti biasanya, yakni menikmati minum air gula.
Pada manusia, kehilangan kenikmatan itu dikenal sebagai anhedonia dan merupakan gejala utama depresi.
Tupai pada kedua kelompok diberi pilihan antara minum air keran atau air gula. Tupai yang terkena cahaya pada malam hari meminum air keran dan gula dalam jumlah yang sama. Mereka kehilangan preferensi untuk meminum yang manis.
"Itu menunjukkan kepada kita bahwa mereka tidak mendapatkan perasaan menyenangkan dan manfaat yang sama dari minuman air gula mereka. Hal itu dapat ditafsirkan sebagai respon seperti depresi," kata Bedrosian.
Perubahan perilaku ini berhubungan dengan perubahan di wilayah otak yang disebut hippocampus. Tupai yang terkena cahaya malam itu berkurangnya jumlah duri dendritik pada permukaan sel-sel di daerah ini. Duri dendritic adalah tonjolan rambut seperti sel-sel otak yang digunakan untuk berkomunikasi antara satu sama lain.
"Penemuan setuju dengan studi pada manusia yang telah menemukan hippocampus terlibat dalam depresi. Seorang pasien dengan depresi berat memiliki hippocampus lebih kecil," kata Bedrosian.
Bedrosian menjelasakan, perubahan otak pada tupai mungkin timbul dari fluktuasi dalam produksi hormon melatonin. Melatonin memberi sinyal ke tubuh bahwa sedang malam hari, tapi cahaya di malam hari menghambat produksi hormonnya.
"Hormon ini telah terbukti memiliki beberapa efek antidepresan, dan penurunan melatonin dapat memacu gejala depresi," ujar Bedrosian.
Jika mekanisme yang sama sedang bekerja pada orang, maka "orang mungkin ingin mencoba untuk mencegah jangan sampai tertidur dengan televisi mereka di sepanjang malam, atau mereka mungkin ingin mencoba untuk meminimalkan paparan sinar pada malam hari," kata Bedrosian. [mor]
Inilah.com
No comments:
Post a Comment