Apa pun alasannya, perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak. Rumah tangga yang runtuh beresiko besar menimbulkan guncangan dan gangguan emosional pada anak. Bahkan, penelitian teranyar menunjukkan anak yang orangtuanya bercerai lebih rentan mengalami serangan stroke.
Meski serangan stroke disebabkan oleh multi faktor, seperti kebiasaan merokok, kegemukan dan kadar kolesterol, fakta baru menunjukkan perceraian orangtua juga berkontribusi pada terjadinya stroke. Kesimpulan itu dibuat berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 13.000 orang Kanada. Sekitar 10 persen dari responden itu mengalami perceraian orangtua ketika mereka masih anak-anak atau remaja.
Hasilnya ditemukan, anak yang menjadi korban perceraian orangtua beresiko dua kali lebih besar menderita serangan stroke.
Karena stroke lebih banyak terjadi pada orang yang berusia di atas 60 tahun, para ahli mempekirakan para responden yang stroke itu lahir pada generasi tahun 1940-an. "Perceraian agak jarang pada masa itu dan konsekuensinya tentu berbeda dengan perceraian yang dialami anak-anak di masa sekarang," kata Esme Fuller-Thomson, peneliti.
Thomson memperkirakan, anak-anak yang menjadi korban perceraian di masa itu mungkin hidup dalam kondisi serba kekurangan dibanding anak yang tumbuh dalam keluarga yang utuh. "Kemiskinan di masa kanak-kanak diketahui sangat berpengaruh pada kesehatan mereka di usia dewasa," kata profesor dari University of Toronto ini.
Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah kondisi stres kronik yang dialami oleh anak-anak akibat perceraian orangtua. "Stres kronik bisa mengganggu tubuh mengatur hormon stres, yakni kortisol. Hal ini bisa menyebabkan seseorang lebih rentan terkena penyakit," katanya.
Meski secara statistik terbukti anak-anak itu menderita akibat perceraian kedua orangtuanya, namun menurut Thomson hal ini masih merupakan hipotesa awal. "Studi ini hanya menunjukkan kaitan antara perceraian dan stroke, bukan hubungan sebab akibat," katanya.
kompas
Interesting | Militerania
No comments:
Post a Comment