Ancaman tuberculosis (TBC) diyakini masih akan terus meningkat beberapa tahun mendatang. Meski dari sisi jumlah penderitanya bisa makin dikurangi, namun dari sisi yang lain jenis penyakitnya akan semakin bervariasi dan sulit diobati.
"Tantangan ke depannya antara lain TBC sebagai co-infeksi (infeksi penyerta) pada penderita AIDS dan multiple drug resistant tuberculosis," ungkap Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih usai membuka Kongres Nasional Tuberculosis di Hotel Merlynn Park Jakarta, Jumat (25/3/2011).
Infeksi TBC pada penderita AIDS (acquired immune deficiency syndrome) dan pengidap HIV menjadi tantangan tersendiri karena dipastikan angkanya akan terus meningkat. Saat ini saja, Menkes memperkirakan 70 persen pengidap human imunnodeficiency virus (HIV) penyebab AIDS telah tertular TBC.
Pengidap HIV mudah tertular TBC karena virus tersebut menyebabkan daya tahan tubuh pengidapnya melemah. Akibatnya berbagai infeksi penyerta atau infeksi oportunis mudah menjangkiti, termasuk di antaranya TBC yang merupakan penyebab kematian tertinggi di kalangan penderita AIDS.
Selain itu, multiple drug resistant tuberculosis (MDR-TBC) juga menjadi ancaman berikutnya karena lebih sulit diobati dibandingkan TBC pada umumnya. Jika TBC biasa hanya butuh pengobatan rutin selama 6 bulan, MDR-TBC butuh pengobatan lebih lama antara 12-18 bulan.
Dengan pengobatan rutin selama 6 bulan saja, pasien kadang-kadang tidak patuh sehingga pengobatannya tidak tuntas dan penyakitnya tidak sembuh. Dikhawatirkan dengan durasi pengobatan yang lebih panjang, pasien makin tidak patuh karena merasa bosan minum obat.
Sementara dari sisi jumlah penderita, Menkes mengatakan Indonesia perlahan-lahan sudah berhasil menurunkannya meski belum mencapai target 221/100.000 penduduk dan masih menyumbang 6 persen jumlah kasus TBC sedunia. Menkes berdalih, angkanya masih tetap tinggi karena jumlah penduduknya memang sangat besar.
"Tantangan ke depannya antara lain TBC sebagai co-infeksi (infeksi penyerta) pada penderita AIDS dan multiple drug resistant tuberculosis," ungkap Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih usai membuka Kongres Nasional Tuberculosis di Hotel Merlynn Park Jakarta, Jumat (25/3/2011).
Infeksi TBC pada penderita AIDS (acquired immune deficiency syndrome) dan pengidap HIV menjadi tantangan tersendiri karena dipastikan angkanya akan terus meningkat. Saat ini saja, Menkes memperkirakan 70 persen pengidap human imunnodeficiency virus (HIV) penyebab AIDS telah tertular TBC.
Pengidap HIV mudah tertular TBC karena virus tersebut menyebabkan daya tahan tubuh pengidapnya melemah. Akibatnya berbagai infeksi penyerta atau infeksi oportunis mudah menjangkiti, termasuk di antaranya TBC yang merupakan penyebab kematian tertinggi di kalangan penderita AIDS.
Selain itu, multiple drug resistant tuberculosis (MDR-TBC) juga menjadi ancaman berikutnya karena lebih sulit diobati dibandingkan TBC pada umumnya. Jika TBC biasa hanya butuh pengobatan rutin selama 6 bulan, MDR-TBC butuh pengobatan lebih lama antara 12-18 bulan.
Dengan pengobatan rutin selama 6 bulan saja, pasien kadang-kadang tidak patuh sehingga pengobatannya tidak tuntas dan penyakitnya tidak sembuh. Dikhawatirkan dengan durasi pengobatan yang lebih panjang, pasien makin tidak patuh karena merasa bosan minum obat.
Sementara dari sisi jumlah penderita, Menkes mengatakan Indonesia perlahan-lahan sudah berhasil menurunkannya meski belum mencapai target 221/100.000 penduduk dan masih menyumbang 6 persen jumlah kasus TBC sedunia. Menkes berdalih, angkanya masih tetap tinggi karena jumlah penduduknya memang sangat besar.
detik
No comments:
Post a Comment