Apakah Anda pernah merasa daya ingat menurun, atau tubuh lebih mudah lelah? Jika Anda perempuan, ditambahi keluhan rasa sakit kepala, mudah tersinggung, dan gampang marah? Kalau ya, bisa jadi tubuh sedang mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan. Baru-baru ini, dua pakar hidrasi dari Amerika, Lawrence E Armstrong dan Harris R Lieberman mengumumkan hasil studinya terhadap 26 pria dan 25 wanita sehat. Masing-masing diuji coba dengan latihan fisik dengan alat/ mesin untuk berlari atau berjalan di tempat (treadmill). Lalu, dihitung apa perubahan yang mereka alami ketika mengalami penurunan cairan tubuh. Penelitian yang dilakukan dalam rentang waktu 2007 hingga 2009 itu menemukan perempuan lebih rentan terkena dehidrasi.
Di tingkat 1,3 persen saja sudah mengalami banyak perubahan negatif. Di antaranya: mudah bingung, lelah, gampang marah dan tersinggung, kurang konsentrasi, serta sakit kepala. Sementara untuk kaum pria, dampak dehidrasi terasa saat berkurang cairan di tingkat 1,5 persen, dengan tanda-tanda menurunnya kewaspadaan dan daya ingat serta mulai terasa capek dan lelah. Penelitian Armstrong mengingatkan studi yang pernah disampaikan Guru Besar bidang gizi dari Institut Pertanian Bogor, Hardinsyah. Mengutip penelitian The Indonesian Hydration Study (Thirst) terhadap 120 sampel di Jakarta, Surabaya, Makasar, Lembang, Malang, dan Malino, terungkap separo orang dewasa dan remaja di Indonesia mengalami dehidrasi ringan kronis.
“Penelitian-penelitian mutakhir, mengindikasikan bahwa kurangnya asupan cairan, khususnya air memunyai efek pada tubuh, dari yang ringan hingga berat,” ungkap spesialis gizi klinik Luciana Sutanto, pada sela dialog yang mengulas “Dampak Dehidrasi Ringan terhadap Kinerja, Kognitif, dan Mood” di Jakarta, Rabu (9/2). Oleh karenanya, kata anggota Perhimpunan Dokter Gizi Medik (PDGM) itu, setiap orang mestinya mewaspadai dehidrasi bahkan di tingkat ringan sekalipun. Kehilangan air hingga 20 persen bisa berakibat lebih fatal. “Faktanya, banyak orang yang abai ketika rasa haus datang, sehingga tidak menyadari tubuh mengalami kekurangan cairan.
Apalagi, jika orang lebih menyenangi minuman seperti teh atau kopi,” ujar Luciana. Kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurut pakar gizi dari Universitas Indonesia Saptawati Bardosono, saat ini sejumlah negara di dunia sedang mengalami masalah dehidrasi ringan kronik. Itu diakibatkan gangguan mekanisme rasa haus, kurang menyukai air minum mineral, dan kebiasaan mengonsumsi diuretika alamiah (kafein dan alkohol). “Bagaimanapun, minuman seperti teh dan kopi, meski sama-sama cairan, tidak bisa sepenuhnya menggantikan air minum,” tambah dia.
Luciana dan Saptawati merupakan dokter ahli gizi dan nutrisi yang turut hadir memaparkan beberapa alasan untuk publik agar mewaspadai bahaya dehidrasi ringan. Dalam gelaran yang diusung PDGMI Jaya, Aqua Danone serta difasilitasi Eugenia Communications itu, kedua pakar gizi itu memberikan sejumlah gambaran detail termasuk dari kajian medis. Dehidrasi, ungkap Saptawati, kadang memang tidak terasa tapi organ tubuh secara otomatis bekerja mengatasinya. Namun, bila dibiarkan terus menerus, (tidak segera minum air putih), ia bakal menjadi kronik dan berbahaya.
Studi Dehidrasi
Selain studi yang dilakukan Armstrong di atas, ada dua studi tentang dehidrasi lain yang berkaitan. Studi pertama dilakukan Danone Research (2010) yang menguraikan bagaimana dampak dehidrasi ringan terjadi terhadap perempuan, serta penelitian University of Connecticut (sedang berjalan-2012) tentang bagaimana suasana hati (mood) perempuan berubah kalau diberi air berlebih. “Perempuan, karena faktor hormonal menjadi lebih rentan dan mudah terkena dampak dehidrasi ringan,” ujar Saptawati menambahkan. Dalam studi kedua, penelitian fokus pada 20 perempuan yang setiap harinya sudah terbiasa meminum air cukup yakni dua sampai tiga liter sehari.
Mereka diuji coba untuk merasakan ketika tidak diberi pasokan air minum seharian. Dampaknya, pukul delapan pagi, sudah mulai merasa hari yang berbeda dari biasanya. Menjelang siang, mulai mengantuk, diikuti kebingungan saat jarum jam menunjukkan dua siang. Lalu, mulai terasa lelah, sulit konsentrasi, dan gampang marah. Dari dua studi yang dilakukan tersebut, tampak jelas dehidrasi ringan memberi dampak negatif pada performa (kinerja), tapi juga pada kognitif dan suasana hati. Untuk kognitif, di antaranya akan berpengaruh pada kewaspadaan, daya ingat dan respons yang lamban bila diberi pertanyaan. Sementara, untuk suasana hati, biasanya akan terasa stres, depresi, atau tegang.
“Gangguan kognisi biasanya berasal dari dampak dehidrasi terhadap tiga organ, di dalam sel, di luar sel serta pembuluh darah,” papar Saptawati. Dalam tingkat lebih berat, kekurangan cairan tubuh juga bisa membuat aliran darah tidak lancar. Ini akan berdampak tersumbatnya dinding pembuluh darah kecil dan sekiranya sampai menganggu otot jantung, akan bisa memicu seseorang kena serangan jantung. Ilustrasi ini bisa jadi untuk organ tubuh yang lain, dan air sangat berperan penting bagi hampir setiap organ tubuh. Semua dampak tersebut sangat erat kaitan dengan pentingnya peran air di dalam tubuh. Seperti yang ditekankan Luciana, selain mengatur suhu tubuh, air memiliki banyak fungsi lain.
Di antaranya, berfungsi untuk melembapkan jaringan mulut, mata, dan hidung, melindungi organ, dan jaringan tubuh. Air juga berfungsi membantu mencegah konstipasi, membantu melarutkan mineral dan zat gizi sehingga dapat dimanfaatkan tubuh. Selain itu, air berperan sebagai pelumas sendi, meringankan beban ginjal dan hati dengan melarutkan sisa-sisa metabolisme. “Dengan perannya yang sangat penting itulah, maka setiap orang seyogianya tidak kekurangan pasokan cairan tubuh, jangan sampai air yang masuk tidak seimbang dengan yang keluar (keringat dan sebagainya),” tegas Luciana.
Dokter spesialis gizi klinik itu menambahkan, kebutuhan air setiap orang sangat berkaitan dengan usianya. Makin tua seseorang kebutuhan air makin menurun karena organ dan sistem metabolisme yang juga mulai berkurang. “Ketika dibilang kita wajib minum dua liter sehari atau minimal delapan gelas, karena sesuai dengan kebutuhan orang dewasa 35ml per kilogram berat badan,” papar Luciana. Jika kurang dari kebutuhan minimal tersebut, lanjut dia, maka imbang air akan negatif dan membuat timbulnya rasa haus.
Jika dibiarkan terus, cairan tubuh berkurang dan mengalami dehidrasi. “Iya, tubuh akan memprosesnya secara otomatis, namun bila dibiarkan terus, sistem kerja organ yang lain akan terganggu dan memberi dampak yang tidak baik untuk tubuh,” tegas Luciana.
Di tingkat 1,3 persen saja sudah mengalami banyak perubahan negatif. Di antaranya: mudah bingung, lelah, gampang marah dan tersinggung, kurang konsentrasi, serta sakit kepala. Sementara untuk kaum pria, dampak dehidrasi terasa saat berkurang cairan di tingkat 1,5 persen, dengan tanda-tanda menurunnya kewaspadaan dan daya ingat serta mulai terasa capek dan lelah. Penelitian Armstrong mengingatkan studi yang pernah disampaikan Guru Besar bidang gizi dari Institut Pertanian Bogor, Hardinsyah. Mengutip penelitian The Indonesian Hydration Study (Thirst) terhadap 120 sampel di Jakarta, Surabaya, Makasar, Lembang, Malang, dan Malino, terungkap separo orang dewasa dan remaja di Indonesia mengalami dehidrasi ringan kronis.
“Penelitian-penelitian mutakhir, mengindikasikan bahwa kurangnya asupan cairan, khususnya air memunyai efek pada tubuh, dari yang ringan hingga berat,” ungkap spesialis gizi klinik Luciana Sutanto, pada sela dialog yang mengulas “Dampak Dehidrasi Ringan terhadap Kinerja, Kognitif, dan Mood” di Jakarta, Rabu (9/2). Oleh karenanya, kata anggota Perhimpunan Dokter Gizi Medik (PDGM) itu, setiap orang mestinya mewaspadai dehidrasi bahkan di tingkat ringan sekalipun. Kehilangan air hingga 20 persen bisa berakibat lebih fatal. “Faktanya, banyak orang yang abai ketika rasa haus datang, sehingga tidak menyadari tubuh mengalami kekurangan cairan.
Apalagi, jika orang lebih menyenangi minuman seperti teh atau kopi,” ujar Luciana. Kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurut pakar gizi dari Universitas Indonesia Saptawati Bardosono, saat ini sejumlah negara di dunia sedang mengalami masalah dehidrasi ringan kronik. Itu diakibatkan gangguan mekanisme rasa haus, kurang menyukai air minum mineral, dan kebiasaan mengonsumsi diuretika alamiah (kafein dan alkohol). “Bagaimanapun, minuman seperti teh dan kopi, meski sama-sama cairan, tidak bisa sepenuhnya menggantikan air minum,” tambah dia.
Luciana dan Saptawati merupakan dokter ahli gizi dan nutrisi yang turut hadir memaparkan beberapa alasan untuk publik agar mewaspadai bahaya dehidrasi ringan. Dalam gelaran yang diusung PDGMI Jaya, Aqua Danone serta difasilitasi Eugenia Communications itu, kedua pakar gizi itu memberikan sejumlah gambaran detail termasuk dari kajian medis. Dehidrasi, ungkap Saptawati, kadang memang tidak terasa tapi organ tubuh secara otomatis bekerja mengatasinya. Namun, bila dibiarkan terus menerus, (tidak segera minum air putih), ia bakal menjadi kronik dan berbahaya.
Studi Dehidrasi
Selain studi yang dilakukan Armstrong di atas, ada dua studi tentang dehidrasi lain yang berkaitan. Studi pertama dilakukan Danone Research (2010) yang menguraikan bagaimana dampak dehidrasi ringan terjadi terhadap perempuan, serta penelitian University of Connecticut (sedang berjalan-2012) tentang bagaimana suasana hati (mood) perempuan berubah kalau diberi air berlebih. “Perempuan, karena faktor hormonal menjadi lebih rentan dan mudah terkena dampak dehidrasi ringan,” ujar Saptawati menambahkan. Dalam studi kedua, penelitian fokus pada 20 perempuan yang setiap harinya sudah terbiasa meminum air cukup yakni dua sampai tiga liter sehari.
Mereka diuji coba untuk merasakan ketika tidak diberi pasokan air minum seharian. Dampaknya, pukul delapan pagi, sudah mulai merasa hari yang berbeda dari biasanya. Menjelang siang, mulai mengantuk, diikuti kebingungan saat jarum jam menunjukkan dua siang. Lalu, mulai terasa lelah, sulit konsentrasi, dan gampang marah. Dari dua studi yang dilakukan tersebut, tampak jelas dehidrasi ringan memberi dampak negatif pada performa (kinerja), tapi juga pada kognitif dan suasana hati. Untuk kognitif, di antaranya akan berpengaruh pada kewaspadaan, daya ingat dan respons yang lamban bila diberi pertanyaan. Sementara, untuk suasana hati, biasanya akan terasa stres, depresi, atau tegang.
“Gangguan kognisi biasanya berasal dari dampak dehidrasi terhadap tiga organ, di dalam sel, di luar sel serta pembuluh darah,” papar Saptawati. Dalam tingkat lebih berat, kekurangan cairan tubuh juga bisa membuat aliran darah tidak lancar. Ini akan berdampak tersumbatnya dinding pembuluh darah kecil dan sekiranya sampai menganggu otot jantung, akan bisa memicu seseorang kena serangan jantung. Ilustrasi ini bisa jadi untuk organ tubuh yang lain, dan air sangat berperan penting bagi hampir setiap organ tubuh. Semua dampak tersebut sangat erat kaitan dengan pentingnya peran air di dalam tubuh. Seperti yang ditekankan Luciana, selain mengatur suhu tubuh, air memiliki banyak fungsi lain.
Di antaranya, berfungsi untuk melembapkan jaringan mulut, mata, dan hidung, melindungi organ, dan jaringan tubuh. Air juga berfungsi membantu mencegah konstipasi, membantu melarutkan mineral dan zat gizi sehingga dapat dimanfaatkan tubuh. Selain itu, air berperan sebagai pelumas sendi, meringankan beban ginjal dan hati dengan melarutkan sisa-sisa metabolisme. “Dengan perannya yang sangat penting itulah, maka setiap orang seyogianya tidak kekurangan pasokan cairan tubuh, jangan sampai air yang masuk tidak seimbang dengan yang keluar (keringat dan sebagainya),” tegas Luciana.
Dokter spesialis gizi klinik itu menambahkan, kebutuhan air setiap orang sangat berkaitan dengan usianya. Makin tua seseorang kebutuhan air makin menurun karena organ dan sistem metabolisme yang juga mulai berkurang. “Ketika dibilang kita wajib minum dua liter sehari atau minimal delapan gelas, karena sesuai dengan kebutuhan orang dewasa 35ml per kilogram berat badan,” papar Luciana. Jika kurang dari kebutuhan minimal tersebut, lanjut dia, maka imbang air akan negatif dan membuat timbulnya rasa haus.
Jika dibiarkan terus, cairan tubuh berkurang dan mengalami dehidrasi. “Iya, tubuh akan memprosesnya secara otomatis, namun bila dibiarkan terus, sistem kerja organ yang lain akan terganggu dan memberi dampak yang tidak baik untuk tubuh,” tegas Luciana.
Koran Jakarta
No comments:
Post a Comment