Masa kecil yang tidak bahagia berpotensi memicu trauma yang dapat mengganggu kesehatan mental saat dewasa. Banyak yang tak sadar bahwa kebahagiaan masa kecil memengaruhi tingkat kebahagiaan saat dewasa.
Sebuah penelitian pun dilakukan dengan menganalisis hubungan antara kehidupan bahagia di saat dewasa dan kebahagiaan masa kecil. Penelitian melihat tingkat kebahagiaan, pertemanan, dan energi 2776 siswa dengan umur rata-rata 13 sampai 15 tahun.
Kelompok penilaian pertama adalah anak yang memiliki popularitas di antara anak lain. Lalu, kelompok anak yang sangat senang dan puas, kelompok anak yang mudah bergaul, dan kelompok anak yang sangat energik, tidak kenal lelah. Setiap siswa mendapat poin positif untuk setiap kelompok yang termasuk penilaian.
Penelitian juga memerhatikan masalah yang terjadi pada anak-anak muridnya seperti gelisah, sering melamun, tidak taat pada peraturan, dan sering berbohong. Masalah emosi seperti kecemasan, ketakutan akan suatu hal, sifat pemalu, menghindari berbagai macam perhatian pun menjadi penilaian.
Hasil penilaian kemudian dihubungkan dengan kesehatan mental, pengalaman kerja, kehidupan percintaan, dan aktivitas sosial beberapa dekade setelahnya.
Hasilnya, remaja yang mendapatkan penilaian positif di masa kecil memiliki kehidupan yang lebih bahagia dibandingkan mereka yang tidak mendapatkan nilai positif. Kebahagiaan ini termasuk dengan kepuasan dalam bekerja, terjalinnya komunikasi dengan keluarga dan teman, dan banyaknya aktivitas sosial.
Remaja yang bahagia pun jauh dari kelainan jiwa. Telah tercatat 60 persen dari para responden memiliki kehidupan yang normal dibanding mereka yang tidak mendapatkan penilaian positif.
Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa orang dewasa yang bahagia pada masa remaja lebih berisiko mengalami perceraian dalam kehidupan percintaannya. Satu alasan yang mungkin terjadi adalah orang-orang yang bahagia memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dan memungkinkan mereka meninggalkan kehidupan pernikahan yang tidak bahagia.
Selain itu, penelitian ini juga mendukung pandangan bahwa walaupun dalam kesulitan ekonomi, para orangtua harus memberikan prioritas untuk mendukung kebahagiaan anak-anak mereka sehingga mereka memiliki permulaan kehidupan yang terbaik.
Sebuah penelitian pun dilakukan dengan menganalisis hubungan antara kehidupan bahagia di saat dewasa dan kebahagiaan masa kecil. Penelitian melihat tingkat kebahagiaan, pertemanan, dan energi 2776 siswa dengan umur rata-rata 13 sampai 15 tahun.
Kelompok penilaian pertama adalah anak yang memiliki popularitas di antara anak lain. Lalu, kelompok anak yang sangat senang dan puas, kelompok anak yang mudah bergaul, dan kelompok anak yang sangat energik, tidak kenal lelah. Setiap siswa mendapat poin positif untuk setiap kelompok yang termasuk penilaian.
Penelitian juga memerhatikan masalah yang terjadi pada anak-anak muridnya seperti gelisah, sering melamun, tidak taat pada peraturan, dan sering berbohong. Masalah emosi seperti kecemasan, ketakutan akan suatu hal, sifat pemalu, menghindari berbagai macam perhatian pun menjadi penilaian.
Hasil penilaian kemudian dihubungkan dengan kesehatan mental, pengalaman kerja, kehidupan percintaan, dan aktivitas sosial beberapa dekade setelahnya.
Hasilnya, remaja yang mendapatkan penilaian positif di masa kecil memiliki kehidupan yang lebih bahagia dibandingkan mereka yang tidak mendapatkan nilai positif. Kebahagiaan ini termasuk dengan kepuasan dalam bekerja, terjalinnya komunikasi dengan keluarga dan teman, dan banyaknya aktivitas sosial.
Remaja yang bahagia pun jauh dari kelainan jiwa. Telah tercatat 60 persen dari para responden memiliki kehidupan yang normal dibanding mereka yang tidak mendapatkan penilaian positif.
Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa orang dewasa yang bahagia pada masa remaja lebih berisiko mengalami perceraian dalam kehidupan percintaannya. Satu alasan yang mungkin terjadi adalah orang-orang yang bahagia memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dan memungkinkan mereka meninggalkan kehidupan pernikahan yang tidak bahagia.
Selain itu, penelitian ini juga mendukung pandangan bahwa walaupun dalam kesulitan ekonomi, para orangtua harus memberikan prioritas untuk mendukung kebahagiaan anak-anak mereka sehingga mereka memiliki permulaan kehidupan yang terbaik.
• VIVAnews
No comments:
Post a Comment