Clock By Blog Tips

Monday, December 20, 2010

Waspadalah.... Penderita Sendi Kaku Bisa Cacat


APAKAH Anda mengalami kekakuan sendi pada pagi hari yang terjadi minimal 1 jam? Dan, kekakuan itu sudah terjadi minimal enam minggu? Jika iya, segera Anda mendatangi dokter untuk diperiksa. Pasalnya, tanda-tanda itu merupakan gejala awal kalau Anda menderita artritis reumatoid (AR).

Artritis reumatoid adalah penyakit yang penyebarannya luas, melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit itu merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya gangguan terutama yang mengenai jaringan persendian. Seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya.
Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang terkadang merasakan sakit, kadang tidak merasakan sakit. Jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan kecacatan, bahkan kematian dini.
Namun pada masa permulaan penyakit, seringkali gejala AR tidak bermanifestasi dengan jelas sehingga sulit dalam mendiagnosa.

Menurut Prof dr Harry Isbagio, pakar reumatologi Indonesia, walaupun prevalensi AR rendah, penyakit ini berkembang sangat cepat dan sering menyebabkan kecatatan. Namun hingga saat ini penyebab pasti AR belum diketahui.

Peneliti masih mencari apa penyebabnya. Ada dugaan dari faktor genetik, juga infeksi, dan sejumlah faktor lingkungan merangsang sistem imun untuk menyerang jaringan tubuh yang normal.
Secara global, 20-300 orang dari 100.000 orang/tahun terkena AR. Penyakit itu bisa menyerang semua usia, Tetapi, meningkat pada usia dewasa muda dan usia pertengahan (sekitar usia 40 tahunan).


"Bila dibiarkan dan tidak diobati, kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada 6 bulan pertama. Dan, kecacatan terjadi pada 2 - 3 tahun," kata dr Harry di Jakarta, Senin (13/12) berselang.
Selain kecacatan, AR juga memicu terjadinya penyakit lain seperti stroke, penyakit paru kronis, gangguan lambung, penyakit liver, penyakit jantung, penyakit ginjal.

Dokter Laniyati Hamijoyo, staf pengajar di subbag reumatologi Indonesia Universitas Padjajaran menambahkan, pasien AR memiliki risiko kardiovaskular (jantung) 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan orang sehat. Bahkan sebuah data menunjukan sebanyak 70 persen pasien AR meninggal disebabkan oleh komplikasi kardiovaskular.

"Penderita AR seringkali mengeluhkan nyeri pada dada. Biasanya hal ini juga disertai faktor risiko seperti sering merokok, kegemukan, terlalu banyak konsumsi junk food, hipertensi. Dengan demikian akan terbentuk plak-plak yang bisa menghambat aliran darah ke jantung," kata dr Lani.

Salah satu metode yang kini mulai banyak digunakan untuk mengetahui tingkat risiko penyakit jantung adalah pengukuran CRP atau C-Reactive Protein, yaitu protein plasma yang diproduksi oleh hati sebagai reaksi dari adanya infeksi, luka pada jaringan, dan proses inflamasi.

Proses inflamasi merupakan proses reaksi tubuh terhadap adanya luka atau infeksi. Proses ini sebenarnya bermanfaat untuk mencegah infeksi namun seringkali proses inflamasi terjadi secara berlanjut dan menyebabkan gangguan pada organ-organ tertentu. Contohnya pada jaringan sendi dan tulang yang menyebabkan artritis atau pada pembuluh darah yang menyebabkan atherosclerosis.
Dokter Lani mengatakan, mereka yang mempunyai kadar CRP tinggi kemungkinan terkena penyakit kardiovaskular juga lebih tinggi. Proses inflamasi pada pembuluh darah menyebabkan sel-sel imun menyerang lemak pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan lemak lepas dan saling menggumpal, dan menyebabkan penyakit jantung.

Penelitian menunjukkan kadar CRP di dalam tubuh akan meningkat dengan cepat bahkan hingga 1.000 kali lipat, sekitar 6 jam setelah proses inflamasi terjadi. Itulah yang menyebabkan kadar CRP banyak digunakan sebagai indikator terjadinya proses inflamasi di dalam tubuh.

Untuk itu orang yang datang dengan keluhan sendi harus disembuhkan dengan cepat. Pemeriksaan keluhan sendi ini harus dilakukan secara menyeluruh. Selain dengan obat-obatan penghilang radang sendi, pasien juga harus mengontrol berat badan, kolesterol, dan berhenti merokok.

Penanganan dini
Terapi AR yang ada saat ini belum mampu menjawab kebutuhan medis pasien AR, terutama mengatasi dampak sistemik AR. Seperti yang sudah disebutkan, dampak komplikasi sistemik pada pasien AR adalah resiko penyakit kardiovaskular. Jika dibandingkan dengan orang yang sehat, dampak tersebut bisa mengurangi angka harapan hidup pasien sebanyak 5-10 tahun.

Menurut Prof Harry, terapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi atau menyembuhkan AR. Namun dengan pengobatan dini terbukti menentukan keberhasilan terapi. Pengobatan secara agresif dapat memperbaiki fungsi sendi dan mencegah kecacatan.

Perkembangan terapi AR terus berkembang, obat-obat baris pertama (NSAIDs dan corticosteroids) dapat menghilangkan peradangan dan nyeri sendi, obat ini tidak harus mencegah kerusakan atau kelainan bentuk sendi.

Arthritis reumatoid juga memerlukan obat-obat yang lain daripada NSAIDs dan corticosteroids untuk menghentikan kerusakan yang progresif pada tulang rawan (cartilage), tulang, dan jaringan-jaringan lunak yang berdekatan.


Obat-obat yang diperlukan untuk manajemen penyakit yang ideal juga dirujuk sebagai obat-obat anti rematik yang memodifikasi penyakit (disease modifying anti-rheumatic drugs atau DMARDs).
Obat-obat baris kedua atau yang bekerja lambat mungkin memakan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untk menjadi efektif. Mereka digunakan untuk periode-periode waktu yang panjang, bahkan bertahun-tahun pada dosis-dosis yang bervariasi.
Jika efektif, DMARDs dapat mempromosikan remisi, dengan demikian memperlambat kemajuan dari kerusakan dan kelainan bentuk sendi. Adakalanya obat-obat baris kedua digunakan bersama-sama sebagai terapi kombinasi.

Terobosan baru yang akan dilakukan untuk pengobatan AR itu akan dipakai obat biologik terbaru, yaitu interleukin-6 inhibitor. Rencananya pada tahun mendatang PT Roche akan mensponsori penelitian klinis tocilizumab sebagai terapi biologi lini pertama pada AR di Indonesia.
Menurut dr Predy Setiawan, Head of medical dari PT Roche Indonesia, tocilizumab telah diteliti di lima uji klinik multinasional. Uji klinik itu melibatkan lebih dari 4.000 pasien sehingga menjadikannya uji klinik terbesar untuk AR sampai saat ini.

"Terapi tunggal atau dikombinasi dengan DMARDs bila dibandingkan dengan DMARDs saja, akan lebih baik dalam mengurangi gejala atau tanda-tanda AR. Serta dapat menghambat progestivitas penyakit dan mengurangi komplikasi sistemik pada pasien AR," dr Predy.
Rencananya akan dilakukan uji klinis tocilizumab untuk pasien AR di Indonesia dan telah mendapat persetujuan komisi etik RSCM-FKUI. Untuk itu akan dilakukan perekrutan pasien pada awal tahun 2011.

wartakota


Militerania | Interesting

No comments:

Post a Comment

Belajar Al-Qur'an Online

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran